BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi. Dalam keadaan demikian, sering muncul perilaku yang menyimpang atau cenderung melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang ada. Dan pada masa inilah dimana berbagai pengaruh mulai mempengaruhi mereka dan akan menentukan masa depan mereka.
Pemuda cenderung bersikap lebih dewasa dan cenderung memiliki keinginan untuk berinteraksi lebih luas dari pada ketika masa remaja. Untuk itu pemuda haruslah mengetahui dan bahkan pandai dalam bersosialisasi. Agar pemuda dapat mudah untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat luas, terutama yang ada kaitannya dengan lingkungan pendidikannya, lingkungan pekerjaannya atau lingkungan yang menarik perhatiannya (lingkungan sosial).
Tujuan
Kita dapat mengerti tentang arti sosialisasi dan apa hubungannya dengan pemuda. Dan pemuda dapat terus perpartisipasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Teori
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
- Tahap persiapan
tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniu, meski tidak sempurna.
contoh : kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita dengan mengucapkan "mam". makna kata tersebut juga belum dipahami dengan tepat oleh sang anak. Tetapi lama kelamaan sang anak akan memahami dengan tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
- Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri sendiri dan nama kedua orangruanya. Anak mulai menyadari apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibi dari anak. Dengan kata lain, kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk.
- Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya.
Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized Other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas.
Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebutlooking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
- Kita membayangkan bagaimana kita dimata orang lain
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
- Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya.
MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
- Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
BAB II
Pembahasan
Sosialisasi
adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Dan juga proses yang membantu individu untuk bagaimana dia bertindak dan berfikir agar ia dapat berperan baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Jenis Sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat).
Menurut Goffman, kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
- Sosialisasi Primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
- Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
Tipe Sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.
Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
- Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikanmiliter.
- Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri.
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi.
pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi berbeda-beda. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya anak-anak diajarkan oleh orang tua mereka dan oleh pihak sekolah untuk tidak melakukan kekerasan terhadap teman-temannya. Tetapi mereka masih dapat mempelajarinya dari teman-temannya dan juga dari media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu :
- Keluarga (Kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak.
Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
- Teman pergaulan/bermain
Teman pergaulan pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
- Lembaga pendidikan formal (Sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi disekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
- Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh :
- Penayangan film action yang mengandung banyak unsur kekerasan dapat ditiru
- iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya..
- Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
- Agen lainnya
Pemuda
Pemuda atau generasi muda merupakan konsep-konsep yang selalu dikaitkan dengan masalah nilai. Hal ini merupakan pengertian ideologis dan kultural dari pemuda. Di dalam masyarakat, pemuda merupakan penerus yang sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki dan merubah keadaan dari suatu negara ke arah ang lebih baik lagi.
Beberapa kedudukan pemuda dalam pertanggungjawabannya atas tatanan masyarakat, antara lain :
- Kemurnian idealismenya
- Semangat pengabdian
- Spontanitas dan dinamaikanya
- Inovasi dan kreativitasnya
- Keberanian dan keterbukaannya dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan yang baru
- Keinginan untuk segera mewujudkan gagasan baru
- keteguhan janjinya dan keinginan untuk menampilkan sikap dan kepribadiannya yang mandiri
Pemuda dan Sosialisasi
Pemuda adalah generasi muda yang masih memiliki semangat tinggi dalam menjalani kehidupan sosialnya. Pemuda cenderung ingin tahu dan ikut campur dalam setiap aspek yang di ikutinya baik itu dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dll. Pemuda juga cenderung merupakan orang – orang yang ingin maju, memajukan sesuatu dan ingin aspirasinya didengar, untuk itu pemuda sering berinteraksi dalam berbagai bidang dan lingkungan. Interaksi yang di lakukan pemuda lebih luas dibandingkan dengan kaum tua.
Maka sosialisasi sangat erat kaitanya dengan pemuda, dimana pemuda harus mampu bersosialisasi dalam segala kondisi dan situasi masyarakat untuk dapat bergaul dengan masyarakat yang lebih luas.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pemuda adalah masa dimana mereka sangatlah peka terhadap apa yang terjadi di lingkungan sosialisasinya. Mereka adalah generasi muda yang dapat meneruskan cita-cita bangsa ini. Dan merka dapat merubah bangsa ini ke arah yang lebih baik lagi. Tetapi untuk mencapai semua itu, pemuda haruslah dapat melakukan sosialisasi dengan lingkungannya.
Semakin pandai pemuda bersosialisasi maka ia akan semakin mudah untuk berinteraksi dengan masyarakat luas sehingga pemuda mampu mengaktualisasikan dirinya baik dalam lingkungan sosial, ekonomi, politik, dll.
Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk, 1997, MKDU "Ilmu Sosial Dasar", Gunadarma, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar